Ditengan gerimis sore seorang gadis kecil menangis terisak. Dari arah belakang terlihat seorang anak laki-laki berlari sambil memegang payung mendekati gadis itu, lalu memayungi gadis kecil yang masih menangis.
“Udah, jangan nangis,” ucap anak laki-laki sambil memayungi gadis kecil.
“Tapi, kalo mama marah gimana?” ucap gadis kecil itu terbata-bata karena masih menangis.
“Sepedahnya biar aku aja yang bawa. Kan Cuma kegores,” bujuk anak laki-laki. Lalu anak laki-laki itu mengambil sesuatu dikantung celananya dan menempelkannya di sikut gadis kecil yang terluka.
“Udah, jangan nangis lagi. Lukanya juga udah aku kasih plester,” sambungnya.
“Tapi,,tapi...” ucap gadis kecil sambil terisak. “Udah ah, jangan cengeng. Aku anterin ampe rumah kamu kok.”


Drtt,,drrtt,,drrttt...
Tiba-tiba handphone ku berdering membuyarkan lamunanku. Dengan sedikit kaget aku mengambil handphone ku yang ada ditas kecil silver ku dan mengangkat telepon.
“Hallo, Nara?” terdengar suara dari ujung telepon.
“Iya, kenapa Amee?”
“Kamu lagi ada dimana?”
“Ditempat biasa.”
“Ditaman?”
“Iya, kenapa?”
“Owh.. nggak, gak apa-apa. Aku cuma mau kasih tau, hari minggu ada acara reuni SD dirumah aku, datang ya?”
“Iya, aku pasti datang. Jam berapa?”
“Jam 10. Jangan telat lho?!”
“Ok.”
tut,,tuutt,,tuuttt...
Telepon terputus. “Hmm, reuni SD?” ucap ku, lalu aku memasukkan handphone ku kedalam tas kecil ku dan meneruskan lamunanku yang terputus.
Ternyata hari ini taman tidak begitu ramai, hanya ada beberapa pasangan muda dan segerombol anak-anak TK yang sedang bermain. Aku duduk disalah satu bangku taman sambil memperhatikan anak-anak TK itu bermain lompat tali. Aku tersenyum melihat mereka, melihat mereka yang tertawa dan bergembira mengingatkan ku kembali pada kenangan masa kecilku.

*****

Pagi-pagi sekali Amee menelepon ku untuk mengingatkan kalau hari ini reuni dirumahnya. Tentu saja ia meneleponku karena dia tahu kalau aku paling malas pergi dihari minggu.
Seperti biasa aku berjalan kaki dari halte melewati taman kota untuk sampai dirumah Amee. Ditaman aku melihat anak-anak kecil sedang bermain kejar-kejaran, mereka mengingatkan ku pada seseorang yang sangat aku rindukan, sahabat kecilku Renan.
Aku berteman dengannya sejak TK. Saat upacara kelulusan SD dia mengatakan akan pindah ke Swiss karena pekerjaan ayahnya. Saat hari keberangkatannya ke Swiss aku dan keluargaku mengantarnya kebandara, karena kebetulan keluarga ku juga berteman baik dengan keluarga Renan.
Sebelum dia benar-benar pergi, dia memberikan saputangan padaku, katanya sih karena aku cengeng. Aku hanya tersenyum waktu itu, tapi tetap saja mataku merah karena menahan tangisan, karena aku tidak mau dia melihatku menangis saat dia akan pergi.

Aku berdiri didepan pagar rumah Amee, kenapa sepi sekali? Pikirku bingung. Lalu aku mengambil hnadphone ku dari dalam tas kecilku dan menekan beberapa deret nomor.
“Hallo, Amee?” kataku saat telepon diangkat.
“Iya, hallo. Nara sekarang kamu dimana?”
“Didepan pagar rumahmu. Kok sepi?”
“Yee,, ayo masuk?! biasanya juga kamu langsung masuk tanpa permisi kan? Hhehe,” candanya.
“Itu sih dulu, waktu masih SD. Namanya juga anak kecil,” belaku.
Beberapa dekit kemudian pintu rumah terbuka, kulihat Amee yang membukanya. Ia tersenyum padaku dan melambaikan tangannya, mengisyaratkan ku untuk masuk. Aku membalas senyumannya sambil membuka pintu pagar.
“Yang lain pada dimana? Belum datang?” tanyaku yang berjalan ke arahnya.
“Udah, tapi belum semua. Tuh di halaman belakang,” ucapnya sambil menunjuk dengan dagu tempat yang dimaksud.
Aku hanya mengangguk mendengar ucapannya. “Hmm, menurutmu bakal dateng semua gak ya?” tanyanya lagi, “Awas aja kalau banyak yang gak datang,” sambungnya tanpa menunggu jawabanku. Hmm, kayanya Cuma satu orang yang gak akan datang deh. batin ku.

Dihalaman belakang rumah Amee, aku melihat beberapa teman lama ku. Amee meninggalkan ku untuk mengambil beberapa makanan yang belum disediakan. Aku langsung menghampiri teman-temanku yang sedang mengobrol. Kami saling sapa dan membicarakan pengalaman masing-masing.
Beberapa menit kemudian semua teman SD ku sudah datang, kecuali Renan. Mereka datang bersama pasangannya. Bahkan aku melihat cincin melingkar di jari beberapa temanku.

Kulihat seorang lelaki berkacamata datang menghampiriku. “Nara?!” panggilnya, “Erick?” kataku bingung melihat dia begitu berbeda saat SD dan sekarang.
“Sendiri aja?” tanyanya.
“Ya, begitulah. Kamu sendiri? Mana Yuli?”
“Tuh,” sambil menunjuk seorang berambut panjang yang sedang mengambil minuman.
“Owh, kirain gak sama Yuli. Hhehe,” sindirku, karena menurut kabar yang ku dengar Erick adalah seorang playboy.
“Ah yang lain mah entar. Udah, gak usah buka kartu. Kenapa sendiri? Gak ama pacar?”
“Hah? Pacar? Aku gak punya pacar.”
“Masih setia nih?”
“Setia?”
 Tiba-tiba Erick tersenyum, tapi bukan kearahku dan bukan kearah Yuli, ia tersenyum kepada seseorang yang sedang berada dibelakangku. “Aku ke Yuli dulu ya,” katanya tiba-tiba dan pergi.
“Nada?!” terdengar seseorang memanggilku dari belakang.
Nada? Ah gak mungkin. Dia kan di Swiss. Jadi gak mungkin ada disini. Tapi yang tahu nama Nada kan cuman Renan Batinku.
“Heh! Nada?!” suara itu terdengar lagi. Dengan sedikit ragu aku membalikan badanku. Lalu aku melihat seorang lelaki bertubuh tinggi, berkulit putih, dan bermata hitam tersenyum menatap ku.
“Kamu masih ingat sama aku kan?” tanyanya yang masih tersenyum padaku. Beberapa saat aku terdiam, mengingat-ingat siapa lelaki itu. perlahan aku mengingat senyuman itu, senyuman yang sangat aku kenal, senyuman yang sangat aku rindukan. “Renan?!” kataku sedikit teriak, karena aku tidak percaya orang yang sangat aku rindukan ada dihadapanku sekarang. Tanpa sadar aku memeluknya, diapun memelukku dengan hangat. “Renan! Aku sangat merindukanmu! Kau benar Renan kan? Kau benar-benar berbeda, kau begitu...” ucapanku terputus, tanpa sadar mukaku memanas, dan aku yakin kalu mukaku sudah semerah tomat karena malu, lalu aku menundukan kepalaku.
“Kau masih menyimpannya?” katanya sambil mengambil sebuah saputangan yang ku ikat di tali tasku.
“Iya,” Jawabku pelan.
“Wah masih bagus, padahal sudah delapan tahun.”
“Saputangan itu terlalu berharga untuk menghapus air mataku yang keluar karena hal-hal bodoh.”
Renan kembali tersenyum menatapku, senyuman yang sangat indah. Entah mengapa saat ia tesenyum aku merasa sangat gugup. Kurasakan jantungku berdetak lebih kencang. Sesuatu yang sudah lama tidak aku rasakan. Apa mungkin perasaan itu masih ada?
“Apa kau masih ingat ini?” katanya sambil menunjukan sebuah kertas yang bergambarkan sepasang anak laki-laki dan anak perempuan berdampingan memakai sebuah payung dibawah rinai hujan.
“Itu kan? Bagaimana kau mamilikinya?”
“Waktu itu aku menemukannya dilantai. Maaf ya aku mengambilnya tanpa izinmu.”
“Gak apa-apa kok. Tapi kenapa kamu menyimpannya? Gambar itu kan jelek, nilainya aja C.”
“Bukan karena gambarnya, tapi karena orang yang menggambarnya. Kamu sendiri kan yang bilang kalau ini hasil karya mu yang pertama?”

Selama beberapa saat kami terdiam. Lalu tiba-tiba Renan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah dari saku celananya dan memberikannya padaku.
“Bukalah.” pintanya.
Dengan perlahan aku membuka kotak kecil itu. lalu aku melihat sepasang cincin didalamnya. “Cincin yang indah” gumangku sambil menatap cincin itu.
“Aku ingin melamar seseorang,” katanya tiba-tiba. Membuatku kaget tak percaya. Aku ingin menangis. Jangan Nara! Jangan menangis! Itu pilihannya?! Batinku.
“Aku akan melamarnya sekarang dan aku harap dia mau menerimaku,” sambungnya.
“Iya, semoga berhasil.” ucapku lirih. Sekarang air mataku benar-benar terjatuh. Aku terus menunduk takut air mataku ini terlihat oleh Renan.
“Would you marry me?” ucap Renan dengan tiba-tiba sambil memegang kedua tanganku. Aku kaget, lalu aku menatapnya dengan penuh tanda tanya dan mata yang masih berkaca-kaca. “Would you marry me?” katanya ulang. Aku masih diam, tidak mengerti apa yang terjadi. “Kamu inget gak? Sebelum aku pergi, aku pernah berjanji akan menjemputmu,” sambungnya yang menyadari kebingunganku. “dan sekarang ikutlah denganku ke Swiss,” ajaknya dengan penuh harap. Aku tersenyum lalu mengangguk malu.

Seminggu setelah itu aku dan Renan pergi ke Swiss untuk melanjutkan kuliahku dan menjalani hidupku bersamanya disana.

...The End...

satu lagi cerpen gaje dariku ^^
hehehe
sama kaya yang pertama, ini aku bikin udh lama, masih awal-awal nulis, jd masih acak-acakan...
hehe
ok, ditunggu comment'a ya ^^

Don't be Silent Readers 

0 komentar:

About this blog

Moshi-moshi minna-san!
welcome to my blog ^o^/ silahkan baca jika suka!! semoga isi blog ini bermanfaat ^.^ (meski ada beberapa postingan gaje ==" hehe)

jam

Diberdayakan oleh Blogger.
hai, buat k-lovers dan j-lovers ^o^/ watasi wa isti m(_ _)m... salam kenal ya ^^

jenis cerita apa yang kamu suka?